Kamis, 06 Oktober 2016

Kawan, Ternyata Saya Bukan Tokoh Utama (1)

Sejak lahir sampai umur 9 tahun, saya anak satu-satunya. Tanpa saudara kandung, saya manja dan selalu dimanja. Dila kecil dengan kulit putih dan badan yang lumayan chubby, orang dewasa mana yang tidak bilang saya lucu?

Dari umur 2,5 tahun saya sudah masuk taman kanak-kanak, ya, taman kanak-kanak, 22 tahun lalu belum ada play group. Menurut ibu saya, saat itu betapa tertariknya saya dengan dunia sekolah. Saya sendiri senang belajar dan senang jadi pusat perhatian. Setiap hari saya berangkat sendiri ke TK. Iya, sendirian. Soalnya TK-nya ada di sebelah rumah. Saya selalu duduk di atas meja, tidak mau duduk di kursi. 

Menginjak usia 4 tahun, saya sudah bisa membaca dan menulis nama sendiri. Bacaan favorit saya adalah headline koran yang datang setiap pagi. Umur 6 tahun saya baru diizinkan masuk SD oleh ibu saya. Padahal setahun sebelumnya pun saya sudah dianjurkan untuk masuk SD oleh guru TK saya. "Terlalu muda", begitu jawab ibu saya.

Di SD saya sangat beruntung. Saya bisa dianggap sebagai ketua geng anak-anak perempuan di kelas. "Lawan saya dan kamu tidak punya teman", bisa juga dibilang begitu. Saya juga anak emas Bu Guru. Selama 6 tahun di SD, saya hampir tidak pernah lepas dari peringkat 10 besar. Hanya 2 kali saya di ranking 2, sisanya ranking 1 semua. Pelajaran SD terlalu mudah. Jadi heran kepada mereka yang sampai tidak naik kelas.

Dila yang beruntung dan disayang semua orang, selalu ditunjuk untuk lomba mata pelajaran atau murid teladan. Dari awal saya selalu berada di atas, atau setidaknya merasa di atas. Keluarga saya tidak berlimpah harta, tapi kasih sayang orang tua dan orang-orang di sekitar saya cukup membuat saya merasa di atas awan.

Saya teringat bagaimana teman-teman saya berbondong-bondong menuju kantor guru hanya untuk memintakan maaf untuk saya yang tidak membawa korek api untuk mata pelajaran kerajinan tangan. Saya teringat bagaimana dengan kurang ajarnya saya mengucilkan salah seorang teman yang berulang tahun hanya karena saya tidak menyukainya (dan karma itu datang sewaktu saya SMA).

Semua kejadian baik yang menyenangkan, menyedihkan, mengharukan, dan membuat saya sesak dengan penyesalan, sekarang hanya membuat saya tersenyum saat hal itu melintas di pikiran saya. Tidak terasa ya, itu semua dimulai 22 tahun yang lalu. 2 dekade lebih 2 tahun!